TUGAS
SEJARAH
BAB II
KERAJAAN-KERAJAAN HINDU DAN BUDDHA DI INDONESIA
KELOMPOK 2 :
1.
TRIYA M. ANGGRAINI
2. RIZKY MAYANG SARI
3. SELVI INDAH YANTI
4. KINTAN SUCI M
5. RIA YARISTA
6. ROSYIANA PUTRI
7. PUJI ROHMAN
8. BIMO ADZUARI
9. SANDI KURNIAWAN
10.
SULAIMAN WIJAYA
Dalam makalah ini, kita akan membahas 10
kerajaan hindu dan Buddha, yaitu :
1)
Kerajaan Kutai
2)
Kerajaan Tarumanegara
3)
Kerajaan Kalingga
4)
Kerajaan sriwijaya
5)
Kerajaan mataram kuno
6)
Kerajaan Kediri
7)
Kerajaan singosari
8)
Kerajaan majapahit
9)
Kerajaan buleleng
10) Kerajaan dinasti marwadewa di Bali
1)
Kerajaan Kutai
Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua.
Berdiri sekitar abad
ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur,
tepatnya di hulu sungai
Mahakam.[2][3] Nama Kutai diberikan oleh para ahli
mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi
kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama
kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.
Sejarah
Yupa
Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara pengorbanan
yang berasal dari abad
ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli
dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang
berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para brahman atas
kedermawanan raja Mulawarman. Dalam agama hindu sapi tidak disembelih seperti
kurban yang dilakukan umat islam. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa
raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.
Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor
sapi kepada kaum brahmana.
Dapat diketahui bahwa menurut Buku Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno
yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang
diterbitkan oleh Balai Pustaka halaman 36, transliterasi prasasti diatas adalah
sebagai berikut:
śrīmatah śrī-narendrasya; kuṇḍuṅgasya mahātmanaḥ; putro
śvavarmmo vikhyātah; vaṅśakarttā yathāṅśumān; tasya putrā mahātmānaḥ; trayas traya ivāgnayaḥ; teṣān trayāṇām pravaraḥ; tapo-bala-damānvitaḥ; śrī mūlavarmmā rājendro; yaṣṭvā bahusuvarṇnakam; tasya yajñasya yūpo ‘yam; dvijendrais
samprakalpitaḥ.
Artinya:
Sang Mahārāja Kundungga, yang amat
mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aśwawarmman namanya, yang seperti
Angśuman (dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang
Aśwawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci). Yang terkemuka dari
ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat, dan
kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak.
Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para
brahmana.
Aswawarman
Aswawarman adalah Anak Raja Kudungga.Ia juga diketahui
sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang
artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah
satunya adalah Mulawarman.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui
bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa
keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan
Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia
luar karena kurangnya komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang
mendengar namanya.
Mulawarman
Prasasti Kerajaan Kutai
.Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga.
Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya.
Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia.
Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Hindu.
Berakhir
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja
Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji
Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda
dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu ibukota di Kutai Lama (Tanjung Kute).
Kutai Kartanegara inilah, pada tahun 1365, yang
disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama.
Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam. Sejak tahun 1735 kerajaan
Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan (SultanAji
Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Nama-Nama Raja Kutai
1.
Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
2.
Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)
3.
Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
4.
Maharaja Marawijaya Warman
5.
Maharaja Gajayana Warman
6.
Maharaja Tungga Warman
7.
Maharaja Jayanaga Warman
8.
Maharaja Nalasinga Warman
9.
Maharaja Nala Parana Tungga
10.
Maharaja Gadingga Warman Dewa
11.
Maharaja Indra Warman Dewa
12.
Maharaja Sangga Warman Dewa
13.
Maharaja Candrawarman
14.
Maharaja Sri Langka Dewa
15.
Maharaja Guna Parana Dewa
16.
Maharaja Wijaya Warman
17.
Maharaja Sri Aji Dewa
18.
Maharaja Mulia Putera
19.
Maharaja Nala Pandita
20.
Maharaja Indra Paruta Dewa
21.
Maharaja Dharma Setia
Lain-lain
Nama Maharaja Kundungga oleh para ahli sejarah
ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan
nama budaya India. Sementara putranya yang bernama Asmawarman diduga telah
terpengaruh budaya Hindu. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kata Warman
berasal dari bahasa
Sanskerta. Kata itu biasanya digunakan untuk ahkiran nama-nama
masyarakat atau penduduk India bagian Selatan.
6) Kerajaan Kadiri
Kerajaan Kadiri atau Kediri atau Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat
di Jawa
Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.
Latar Belakang Kerajaan Kadiri
Sesungguhnya kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri
berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berartikota api. Nama ini
terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan
berita dalamSerat
Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat
kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan,
melainkan pindah ke Daha.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya
karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama
Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama
kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat di
Daha. Jadi, Kerajaan
Janggala lahir sebagai pecahan dari Panjalu. AdapunKahuripan adalah nama kota lama yang sudah
ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu kotaJanggala.
Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih
sering dipakai dari pada nama Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam
prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu
juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai ta (1178).
Nama "Kediri" atau "Kadiri" sendiri
berasal dari kata Khadri yang berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti pohon pacé atau mengkudu (Morinda
citrifolia). Batang kaulit kayu pohon ini menghasilkan zat
perwarna ungu kecokelatan yang digunakan dalam pembuatan batik, sementara
buahnya dipercaya memiliki khasiat pengobatan tradisional.
Perkembangan Kadiri
Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak
diketahui. Prasasti Turun Hyang II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang
saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya
prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa.
Raja-raja sebelum Sri
Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui, sedangkan urutan
raja-raja sesudah Sri
Jayawarsa sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan
prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam
prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa
kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawadan beberapa pulau di Nusantara, bahkan
sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan
Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa
pada masa itu negeri paling kaya selain Cinasecara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu
yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah,
di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan
Sriwijaya.
Chou Ju-kua menggambarkan di Jawa penduduknya menganut 2
agama : Buddha dan Hindu. Penduduk Jawa sangat berani dan emosional. Waktu
luangnya untuk mengadu binatang. Mata uangnya terbuat dari campuran tembaga dan
perak.
Buku Chu-fan-chi menyebut Jawa adalah maharaja yang punya
wilayah jajahan : Pai-hua-yuan (Pacitan), Ma-tung (Medang), Ta-pen
(Tumapel, Malang), Hi-ning (Dieng), Jung-ya-lu (Hujung Galuh, sekarang
Surabaya), Tung-ki (Jenggi, Papua Barat), Ta-kang (Sumba), Huang-ma-chu
(Papua), Ma-li (Bali), Kulun (Gurun, mungkin Gorong atau Sorong di Papua Barat
atau Nusa Tenggara), Tan-jung-wu-lo (Tanjungpura di Borneo), Ti-wu (Timor),
Pingya-i (Banggai di Sulawesi), dan Wu-nu-ku (Maluku).
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini
sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih
banyak informasi tentang kerajaan tersebut.
Karya Sastra Zaman Kadiri
Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan
Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh.
Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin
Hariwangsa dan Ghatotkachasraya. Terdapat pula pujangga zaman
pemerintahan Sri
Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin
Smaradahana. Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.
Arca Buddha
Vajrasattva zaman Kadiri, abad X/XI, koleksi Museum für Indische Kunst,
Berlin-Dahlem, Jerman.
Kerajaan Panjalu-Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya, dan
dikisahkan dalam Pararaton dan Nagarakretagama.
Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel.
Kebetulan Ken
Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri.
Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan
demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak saat itu kemudian menjadi
bawahan Tumapel atau Singhasari.
Setelah Ken Arok mengalahkan Kertajaya, Kadiri menjadi
suatu wilayah dibawah kekuasaan Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati
Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan
putranya, yaitu Jayakatwang.
Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara,
karena dendam masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok.
Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan
Kadiri, namun hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan yang
dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
Raja-Raja yang Pernah Memerintah Kediri
Berikut adalah nama-nama raja yang pernah memerintah di
Daha, ibu kota Kadiri:
1. Pada saat Daha menjadi ibu kota kerajaan yang masih
utuh
Airlangga,
merupakan pendiri kota Daha sebagai pindahan kota Kahuripan. Ketika
ia turun takhta tahun 1042, wilayah kerajaan dibelah menjadi dua. Daha kemudian
menjadi ibu kota kerajaan bagian barat, yaitu Panjalu.
Menurut Nagarakretagama, kerajaan yang dipimpin Airlangga tersebut sebelum dibelah sudah bernama
Panjalu.
2. Pada saat Daha menjadi ibu kota Panjalu
·
Sri
Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui
dengan pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.
·
Sri
Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti
Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
·
Sri
Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti
Ngantang (1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
·
Sri
Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti
Kahyunan (1161).
·
Sri
Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171).
·
Sri
Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181).
·
Sri
Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan
(1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton.
3. Pada saat Daha menjadi bawahan Singhasari
Kerajaan Panjalu runtuh tahun 1222 dan menjadi bawahan Singhasari.
Berdasarkan prasasti Mula Malurung, diketahui raja-raja Daha
zaman Singhasari,
yaitu:
4. Pada saat Daha menjadi ibu kota Kadiri
Jayakatwang,
adalah keturunan Kertajaya yang menjadi bupati Gelang-Gelang.
Tahun 1292 ia memberontak hingga menyebabkan runtuhnya Kerajaan
Singhasari. Jayakatwangkemudian
membangun kembali Kerajaan Kadiri. Tapi pada tahun 1293 ia dikalahkan Raden Wijaya pendiri Majapahit.
5. Pada saat Daha menjadi bawahan Majapahit
Sejak tahun 1293 Daha menjadi negeri bawahan Majapahit yang paling utama. Raja yang memimpin
bergelar Bhre Daha tapi hanya bersifat simbol, karena pemerintahan harian
dilaksanakan oleh patih Daha. Bhre Daha yang pernah menjabat ialah:
2.
Rajadewi 1309-1375 Pararaton.27:15; 29:31; Nag.4:1 -
didampingi Patih Arya Tilam, kemudian Gajah Mada.
6. Pada saat Daha menjadi ibu kota Majapahit
Menurut Suma Oriental tulisan Tome Pires, pada
tahun 1513 Daha menjadi ibu kota Majapahit yang dipimpin oleh Bhatara Wijaya. Nama
raja ini identik dengan Dyah
Ranawijayayang dikalahkan oleh Sultan Trenggana raja Demak tahun 1527.
Sejak saat itu nama Kediri lebih terkenal dari pada Daha. Dan pada
saat ini berdasarkan peta daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit dan peta Provinsi
Jawa Timur maka dapat dilihat bahwa Kota Daha pada saat ini berada di daerah
sekitar Kota Madiun dan Magetan, Provinsi Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar